Wednesday, May 16, 2012

Menelusuri Jejak Semangat Juang Sang Kapitan

Monumen Pattimura di pusat kota Ambon
15 Mei 2012...
Malam ini seperti biasanya sebelum tidur saya mengisi waktu luang saya dengan menonton TV. Berkali-kali tombol di remote saya tekan hanya untuk mencari tayangan yang menurut saya sekiranya "pas", hingga pada  akhirnya saya berhenti di sebuah channel stasiun TV lokal berlambang burung rajawali yang menayangkan  program"Suara Anda". Satu hal yang menarik perhatian saya ketika itu adalah berita tentang peringatan "Hari Pattimura ke-195" di kota Ambon, Maluku Tengah yang berakhir ricuh dan menimbulkan bentrokan antar warga. Ternyata tidak hanya di kota Ambon, tetapi juga kericuhan terjadi di Ternate, Maluku Utara. 

Mengapa saya begitu perduli dengan berita ini? banyak berita yang lebih menarik dari sekedar berita tentang bentrokan antar warga yang sudah sering terjadi di negeri ini, berita tentang jatuhnya pesawat Superjet 100 Sukhoi masih lebih hangat bila dibandingkan dengan berita ini. Tapi sekali lagi mengapa saya begitu tertarik dengan berita ini? jawabannya adalah  "karena saya pernah menghabiskan hari-hari dan mengukir kenangan indah disana"...  


Sekitar bulan Juli tahun lalu saya menjadi salah satu orang yang "ketiban durian runtuh" karena saya berkesempatan untuk menjelajahi tempat ini walaupun kala itu saya sedang menjalani tugas. Ya.. apalagi kalo bukan tugas sebagai  seorang enumerator. Ketika itu kami ber-4 (bang Daus, bang Budi, Cici dan tentunya saya) ditugaskan di 2 desa dari 2 kecamatan yang masih masuk dalam kabupaten Maluku Tengah. Dan sekali lagi saya benar-benar beruntung... salah 1 desa tempat survey Seanuts dilaksanakan adalah sebuah desa yang paling bersejarah bagi masyarakat Maluku yaitu desa "Haria" yang berada di pulau Saparua, kampung halaman sekaligus tempat perlawanan salah satu pejuang bangsa kita, "Thomas Matulessy" yang akrab disapa dengan sebutan "Kapitan Pattimura". (Gak berhenti-henti nyebut "Subhanallah" saking takjub dan masih dalam kondisi syok gak percaya bisa sampe disini <-- agak lebaaayyy dan norak abiisss  =_=") Soriiii.. hehehe ^^v

Benteng Duurstede, salah satu saksi bisu perjuangan Pattimura

Ok.. sekarang saya sedang tidak ingin membicarakan tentang pengalaman-pengalaman apa yang saya rasakan, tips & trik menjadi "traveller" selama berada disana karena pasti nanti akan ada sesinya tersendiri (masuk dalam edisi "Napak Tilas SEANUTS 2011). Dalam tulisan kali ini saya ingin berbagi cerita tentang gimana sih seharusnya momentum Hari Pattimura itu diperingati setiap tahunnya? haruskah refleksi  dari peringatan tersebut berujung dengan tindak kekerasan dan bentrok yang terjadi seperti sekarang ini? Sungguh "TERLALUU" (kata bang Hj.Rhoma).

Perayaan hari Pattimura di tempat-tempat lain biasanya di isi dengan tarian Cakalele, sedangkan di Maluku atau lebih tepatnya di pulau Ambon dan pulau Saparua, peringatan Hari Pattimura diawali dengan prosesi adat sejak sehari sebelumnya dan melibatkan pemuda-pemuda di Pulau Ambon dan pulau Saparua. Biasanya perayaan sudah berlangsung sejak tanggal 14 Mei atau sehari sebelum puncak acara perayaan Hari Pattimura.  Ringkasan acaranya kira-kira seperti ini:

SESI I, TANGGAL 14 MEI PUKUL 15.00 WIT
Acara di awali dengan pembakaran obor Pattimura di Gunung Saniri. Di gunung inilah pada masa lalu, Pattimura melakukan pertemuan dengan para Kapitan lain dari Pulau Saparua, Pulau Ambon, Pulau Seram (ibukota kabupaten Maluku Tengah ada di pulau ini, tepatnya di kota Masohi), Pulau Haruku dan Nusa Laut. Pertemuan itu merencanakan strategi melawan penjajah Belanda. Peristiwa itu merupakan malam sebelum para pejuang melakukan serangan yang dikenal dengan "Penyerangan Duurstede".. (saya foto2 disini.. hahayy --> Ok, Gak penting, Lupakan!) selanjutnya obor dibawa melintasi beberapa negeri (desa) di Pulau Saparua yang memiliki pertalian dengan perjuangan Pattimura termasuk Haria, sebelum akhirnya menuju ke Ambon.

Di Haria sendiri, sebagian dari prosesi dilakukan di "rumah tua" keluarga Matulessy. Di sana masih tersimpan dalam lemari kaca sebagian pakaian yang konon merupakan kostum perang milik Pattimura. Berbagai kisah legenda seputar kostum ini beredar dari mulut ke mulut, generasi ke generasi. Salah satunya menyebutkan, jika kostum ini dikeluarkan akan turun ‘hujan panas’ – istilah di Ambon untuk menggambarkan hujan gerimis yang turun di saat hari cerah.  Para pemuda yang berada dikampung2 yang dilewati oleh obor tersebut wajib berkumpul di pintu masuk kampung untuk menunggu kedatang Obor Pattimura untuk di arak kembali. 5 orang yang bertugas untuk mengawal obor, sedangkan sisanya mengiringi dengan tarian Cakalele selama perjalanan.

Ini dia rumah keluarga Matulessy (bersama Papa Angky salah 1 keturunannya)

Bang Budi foto bersama kostum bersejarah itu

SESI II, TANGGAL 15 MEI JAM 00.00 WIT
Pada 15 Mei Malam, sekitaran jam 12.00 malam, Obor yg di arak dari Saparua sudah masuk ke Pulau Ambon melalui Desa Tulehu (inilah desa kedua tempat kami melakukan survey.. hihihiii), yang akan di arak dengan berjalan kaki sampai ke pusat kota ambon, melewati sekitar 10 kampung.( Dan akan berakhir di Pattimura Park pada dini hari, dimana Obor Pattimura akan di serahkan dari Raja-raja di Pulau Saparua kepada kepala pemerintahan/negara sekarang di pulau Ambon.
FYI : dari desa Tulehu ke  pusat kota Ambon lumayan jauh loh, karena kami saja yang naik angkot dengan kecepatan  rata-rata  60-80 km/jam butuh waktu 1 jam untuk sampe kesana --> sopir2 disana sudah seperti permbalap.. sueerrr!!!!

Pusat kota Ambon, mungkin akan di bangun alun-alun

Salah satu bagian dari monumen yang ada di pantai Waisisil

Berikut ada salah satu tulisannya mas Agung Setyahadi di blog Pattimura yang sangat saya sukai, karena beliau menggambarkannya secara gamblang. ini dia cuplikannya dengan sedikit editan disana-sini:



Selamat memperingati hari Pattimura untuk saudara-saudari ku di Saparua dan Ambon.. 
Om Toas
 Mama Betty
Ibu kepala Puskes Porto-Haria
Ibu kepala Puskes Tulehu 
Bu bidan Jahra
 Mama Na dan suami
Ibu-ibu TPG di kecamatan Salahutu dan Saparua
Abang receptionist penginapan "Perdana"
Bapak penjaga benteng Duurstede
Para sopir angkot
Mbak-mbak dan mas-mas Prodia
Adik-adik responden beserta ortunya (kangen kaliaaannn)
dan
seluruh masyarakat di Ambon dan Saparua....

Say "NO" to War!!!!

-----"Katong Semua Basudara"-----
peringatan Hari Pattimura 15 Mei 2012 haru diwarnai kericuhan dan bentrokan warga di Ambon, Maluku.

Read more at http://uniqpost.com/40170/hari-pattimura-junjung-semangat-patriotisme/
peringatan Hari Pattimura 15 Mei 2012 haru diwarnai kericuhan dan bentrokan warga di Ambon, Maluku.

Read more at http://uniqpost.com/40170/hari-pattimura-junjung-semangat-patriotisme/

4 comments:

  1. wah sepertinya jalan2 yg seru :)
    Salam kenal ya, terimakasih telah memfollow blog saya. sudah saya follow kembli.
    Fans Kim Nam Gil ya?

    ReplyDelete
  2. Ya.. sama-sama mbak :D

    iya, saya fans nya oppa kim nam gil..

    mbak juga ya?

    ReplyDelete
  3. kereen artikelnya, mengubah paradigma ku selama ini tentang ambon yang mencekam.
    salam kenal ya mbak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ambon tidak selamanya mencekam..
      Memang sih pas awal datang kesana kita pasti terheran-heran dengan banyaknya polisi yang lalu lalang dengan santainya membawa senjata laras panjang. Tapi keramahan orang2nya dan juga pemandangannya yang indah mampu menghapus rasa ketakutan itu mas.
      Salam kenal juga mas Kurt :D (pasti temennya mbak arie a.k.a armae) hehehe

      Delete